Senin, 27 Januari 2014

What is sleep but the image of death?

Apa yang tidur tapi citra dari kematian?
– Ovid, “Amorum”
***

Mayet duduk pada kursi besar dan melihat keluar jendela. Tirainya tertutup, jadi tak ada yang bisa dilihat, tetapi dia tetap melihatnya. Ia bisa mendengar mereka berbicara di ruangan sebelah. Mereka membiarkan pintunya terbuka, jadi mereka pasti ingin ia untuk mendengarkannya. “Dia tak tidur,” Kata ibu Mayet. “Tidak lebih dari beberapa jam, dan itupun jika aku berada kamar dengannya. Minggu lalu aku pergi sebentar untuk membuat the dan ketika ia bangun dan tersadar kalau aku tidak ada dia mulai menjerit. Aku tak pernah mendengar seseorang menjerit seperti itu.”

Dokter membersihkan tenggorokannya. “Berapa lama hal itu terjadi?”

“Seminggu lebih.”

“Pernahkah dokter keluargamu menemuinya?”

“Pernah. Dia juga memberi resep, tetapi dia tak mau menerimanya. Karena itu dia mengatakan pada kami untuk memanggil anda. Bisakah anda menolong?”

“Kita tak tahu hingga aku bicara dengannya. Aku akan memperkenalkan diriku padanya.”

“Haruskah aku menemani?”

“Lebih baik jika tidak. Tapi kau bisa mendengarkan.”

“Apa anda yakin…”

“Ini yang selalu kulakukan, Ny. Bautista. Biarkan aku bekerja.”

Mayet mendengar langkah kaki di atas karpet. Ia merasakan, tanpa berbalik, keberadaan dokter dibelakangnya, dan ibunya melambai di arah pintu. Ia tak berkata apapun. Dokter duduk di lantai sebelah kursinya. “Hello Mayet,” katanya.

Mayet mengangkat tangan seperti memberi hormat.

“Senang bertemu denganmu. Aku sudah berbicara dengan ibumu dan beberapa temanmu; banyak orang khawatir denganmu. Mereka piker aku bisa membantu. Jika kita berbicara sejenak kita bisa melihat jika mereka benar.”

Mayet menggerakan jari-jarinya dengan gelisah; mereka terasa basah dan geli. Suatu hal yang terjadi kapanpun ia hendak melalui jam tidak tidurnya selama tiga hari. Ia menjilat bibirnya sebelum berbicara: “apakah anda psikiater?”

“Tidak. Tak ada jabatan khusus untuk pekerjaan yang kulakukan. Kau bisa memanggilku semacam penasihat. Aku bekerja untuk para remaja yang menolak pengobatan konvensional untuk masalah mereka.”

“Anda disini untuk membuatku meminum obat pil.”

“Aku disini untuk mengetahui apa yang mengganggumu, dan berharap untuk menemukan jalan untuk bisa memperbaikinya. Aku disini bukan untuk membuatmu melakukan apa yang tak ingin kau lakukan. Jadi, bisakah kita bicara sejenak?”

Mayet mengangkat bahu.

“Kenapa kau tak cerita tentang kenapa kau takut untuk tidur?”

“Aku tak takut tidur. Aku ingin tidur. Itu semua yang bisa kupikirkan.”

“Itu bagus.”

“Aku takut untuk terbangun.”

“Maaf?”

“Karena pria yang melihatku.”

“…pria apa?”

Mayet menggoyangkan kepalanya. Cahaya yang datang dari tirai membuat matanya sakit, meski tak begitu terang. “Dia bukan manusia, sungguh. Dia tak seperti seorang pria. Dia terlihat seperti…hewan mati. Dan ia datang ke dalam kamarku dan melihatku tidur, kecuali jika ada orang lain disini.”

“Oh begitu. Dan apa yang membuatmu berpikir seperti itu?”

Mayet berbalik melihat dokter untuk pertama kalinya, untuk memberinya tatapan menjijikkan. “Karena aku bangun dan menemukannya disini. Dan karena aku bukan satu-satunya. Teman-temanku…dia mendapatkan mereka semua.”

Dokter mengkerutkan keningnya. “Ceritakan padaku” katanya.

Mayet mengangkat bahu dan berbalik lagi. “Aku sudah member tahu semuanya. Mungkin aku bisa memberitahumu juga; itu tak akan membuat perbedaan lain.” Dia menghela nafas. ”Dimulai dengan Brianne.”

“Ibumu memberitahuku. Dia adalah teman baikmu.”

“Tak juga. Tidak untuk beberapa saat. Tapi kami masih mengobrol. Dia adalah orang pertama yang memberitahuku tentang hal itu. Sejenis cerita hantu, kau tahu? Dia membacanya di internet. Tentang…sesuatu, yang datang ke dalam rumah orang.”

“Dan melakukan apa?”

“Tak ada, sungguh. Hanya melihatmu. Orang akan bangun dan melihatnya disana.”

“Lalu apa?”

“Ceritanya tak bilang apapun. Terkadang ia menyakiti seseorang, tetapi dilain waktu ia hanya melihat. Tetapi mereka bilang itu adalah bagian terburuknya. Yaitu ketika kau terbangun dan menemukannya disana, dan kau tahu bahwa ia telah menatapmu sepanjang waktu, kau tak akan pernah merasa sama.”

“Kedengarannya mengerikan. Tetapi orang-orang selalu mengatakan cerita seperti itu.”

“Itu apa yang kubilang. Brianne ketakutan tentang hal itu; ia membicarakan tentang hal itu hamper setiap saat selama berminggu-minggu sampai kami menyuruhnya untuk menutup mulutnya tentang hal itu. Cerita itu benar-benar membuatnya takut, kau tahu?”

“Siapa yang kamu maksud dengan ‘kami’?”

“Aku dan Jan.”

“Jan. Ibumu memberitahukanku tentangnya juga.”

“Aku tahu dia pasti memberitahumu. Anyway, Brianne selalu bicara tentang cerita itu untuk beberapa saat, dan kemudian tak lagi. Atau kami berpikir seperti itu. Kemudian dia melewatkan beberapa hari di sekolah, dan ketika kami melihatnya lagi ia terlihat mengerikan. Kami pikir ia sedang sakit, tetapi ia bilang tidak, ia hanya tak pernah tidur. Karena ia bilang ia melihatnya.”

“Melihatnya? Maksudmu makhluk dari cerita itu?

“Yah. Ia bilang ia terbangun dan menemukannya duduk diatas ranjangnya, seperti yang orang-orang bilang. Ia bilang ia menjerit dan makhluk itu merangkak pergi, dan orang tuanya terbangun dan polisi datang, dan tak ada sesuatu disana. Tetapi kemudian malam berikutnya, ketika ia terbangun…”

“Ia berada disana lagi.”

Mayet mengangguk.

“Apa kau percaya Brianne?”

“Tidak. Itu cerita yang bodoh, dan faktanya bahwa ia membicarakan hal itu untuk waktu yang lama sebelum hal itu terjadi? Kami pikir ia hanya ingin mencari perhatian.”

“Hmm. Ibumu bilang ia pikir Brianne sedang dalam obat-obatan. Apakah karena itu kalian berdua bukan teman baik lagi?”
Mayet menggigit bibirnya.

“Oh. Apa kau memberitahu orang lain tentang hal ini?

“Tak perlu. Brianne memberi tahu semuanya. Ia bilang ia memerlukan seseorang untuk menolongnya, tetapi ia tak tahu siapa, atau bagaimana. Seluruh sekolah berpikir dia sudah kehilangan pikirannya. Ia membolos, bertengkar dengan orang tuanya, begadang hingga empat sampai lima hari. Bukan karena ia takut untuk tidur, tetapi ia takut untuk terbangun.”

“Apa yang kau rasakan tetang hal ini?”

“Sangat memalukan. Memang bagaimana lagi yang kurasakan?”

“Dan berapa lama hal itu berlangsung?”

“Sebulan? Mungkin sedikit lebih lama, Aku tak bisa mengingatnya. Akhirnya Brianne tak menceritakannya kepada siapapun. Ia menyerah.”

“Kau ingat saat terakhir kali bicara dengannya?”

“Orang tuanya menyuruhku untuk bicara dengannya. Untuk membantu mereka membuatnya datang menemui mereka. Aku tak ingin melakukannya, tetapi mereka sangat sedih aku tak bisa berkata tidak, jadi aku pergi ke kamarnya. Ia duduk di sebelah jendela, menatap hampa. Ia Nampak kurus dan pucat, seperti boneka kain. Aku duduk disebelahnya dan berkata padanya untuk mencari bantuan. Aku memohon padanya.”

“Apa yang ia bilang?”

“Ia bilang padaku…” Mayet berhenti, tersentak, kemudian melanjutkan. “Ia bilang sudah terlambat. Ia terus bicara sesuatu seperti…’Karena matanya. Ketika aku bangun dan menatap kedalam kedua matanya, aku mengetahui sesuatu.’ Dan aku bertanya padanya, ‘Sesuatu apa?’ Dan ia berkata, ‘Sesuatu yang mengerikan.’ Dan kemudian ia terdiam. Ia menangis padaku. Aku memeluknya dan kami menangis untuk waktu yang lama.”

“Kalian berdua pasti sangat dekat sebelum semua ini.”
Mayet tak berkata apapun. Dokter terdiam sesaat untuk menghargai momen itu sebelum melanjutkan.

“Lalu apa yang terjadi setelah itu?”

“Sesuatu menjadi sedikit lebih baik. Orang tuanya berpikir aku benar-benar membantunya. Aku lega.”

“Dan kemudian?”

Mayet berpaling. “Ia menyelinap ke dalam salah satu ruangan loker setelah sekolah. Mereka menemukannya…tergantung dengan kepala shower.”

Dokter menggenggam tangan Mayet.

“Kami pikir itu adalah akhirnya, kau tahu? Tapi kemudian Jan memulainya lagi.”

“Jan adalah pacarmu?”

Mayet menggoyangkan kepalanya.

“Ibumu bilang dia pacarmu. Ia bilang dia adalah hal lain yang datang diantara dirimu dan Brianne. Bahwa kalian bertengkar karenanya.”

“Ibuku berbicara banyak hal.”

“Baiklah. Apa yang terjadi dengan Jan?”

“Ia menjadi takut akan hal itu setelah Brianne meninggal. Semuanya juga, tetapi dia yang paling parah menanggapinya. Aku meluangkan banyak waktuku di rumahnya; orang tuanya tak pernah ada, dan aku tak ingin ia sendirian.”

“Apakah dia minum?”

“Ibu memang tak pernah diam, benar kan?” Mayet bergumam. “Yah, dia minum. Lalu apa? Siapa yang tidak? Bagian itu yang membuatku khawatir.”

“…dia mulai melihatnya juga, bukan?”

Mayet mengangguk. Kemudian ia mulai menangis. Ia menutupi wajahnya pada sandaran kursi, jadi suaranya sedikit bisa di dengar. “Dia datang padaku setelah pagi pertama. Dia nampak hancur. Dia bilang padaku, ‘Itu semua benar. Kita seharusnya percaya padanya.’ Dia merasa bersalah, kau tahu? Seperti kami membuatnya terjadi karena tak mempercayainya.”

“Karena itu dia pikir makhluk itu datang padanya? Sebagai hal seperti hukuman?”

Mayet menatap tangannya untuk beberapa saat. “Dia tak bilang begitu. Tetapi sepertinya begitu.”

“Apa kau memberitahu seseorang bahwa Jan sedang ada masalah itu?”

“Seorang guru. Aku tak ingin, sebenarnya, tapi aku takut ia melakukan hal yang sama seperti Brianne.”

“Apa dia melakukannya?”

“Tidak. Aku tak berpikir seperti itu. Dia hanya menghilang.”

“Menghilang?”

“Dia pergi. Setelah seminggu ia tak bisa menerimanya lagi, dan dia mengirimkanku sebuah email tentang tempat dimana dia pergi. Dia bilang dia tak berpikir dia bisa pergi menjauh dari apalah itu, tapi dia harus mencobanya. Dan dia bilang…” Mayet berhenti bicara. Di pojok ruangan, jam tua berdetik selama satu menit. Ibu Mayet menangis diam-diam di arah pintu. Akhirnya, tanpa dorongan, ia melanjutkan. “Dia bilang dia takut karenaku. Takut…bahwa ia akan datang padaku selanjutnya.”

Ekspresi Dokter nampak hampa. Dia mengetuk-ngetukkan jarinya pada karpet, setara dengan detak jam. “Dan itu terjadi?”

Mayet bergeser di kursinya. “Untuk beberapa saat, aku akan mendapat email dari Jan. Tak begitu lama, hanya bilang padaku dia baik-baik saja, bahwa dia tetap berpindah. Kemudian suatu hari berhenti. Aku tak pernah mendapatkan satupun email lebih dari satu bulan sekarang.”

“Apa yang kau pikir itu artinya?”

“Aku tak tahu. Tapi aku berpikir bahwa ia mengikutinya. Dan bahwa apapun itu yang sedang terjadi padanya, tak lagi terjadi. Karena di waktu yang sama ia berhenti menulis…” suaranya pecah, “adalah saat pertama aku melihatnya.”

Dia berbalik dan melihat Dokter secara penuh pada wajahnya untuk pertama kalinya. Matanya nampak merah; karena menangis, dan karena tak pernah tidur.

“Tepat jam tiga di pagi hari, dan aku tak tahu apa yang membuatku terbangun, tetapi ia duduk disana, tepat disamping dimana anda berada.”

Dia berbalik dan melihat Dokter secara penuh pada wajahnya untuk pertama kalinya. Matanya nampak merah; karena menangis, dan karena tak pernah tidur.

“Tepat jam tiga di pagi hari, dan aku tak tahu apa yang membuatku terbangun, tetapi ia duduk disana, tepat disamping dimana anda berada.”

“Disini? Bukan di ranjang?”

“Tidak saat itu. Belum. Ia telanjang, dan bergerak mundur dan maju. Ia nampak seperti ia terluka atau sejenisnya. Ia begitu pucat, seperti salah satu ikan buta yang hidup di goa. Dan ada sesuatu yang salah dengan cara tangan dan kakinya dan lehernya saat bergerak.”

“Apa kau melihat wajahnya?”

“Tidak di malam pertama. Malam pertama ia hanya merangkak pergi. Dan aku duduk disana di ranjang, memeluk selimutku, dan menangis dan menangis. Aku menangis karena aku tak mempercayainya, dan sekarang aku melihatnya, dan aku tak tahu apa itu artinya.”

“Apa kau memberitahu seseorang?”

“Tidak. Aku tahu apa yang akan mereka pikir. Karena itu juga yang kupikirkan dulu, kau tau? Awalnya aku hanya berharap bahwa ia akan pergi.”

“Tetapi tidak?”

“Tidak. Aku terbangun pada malam kedua dan ia berdiri tepat disebelah ranjangku. Terlihat punggungnya, tetapi ia berdiri tepat disampingku. Dan malam selanjutnya akhirnya aku menatap wajahnya. Dan Brianne benar: Kedua matanya adalah yang terburuk. Sekali kau melihat matanya…oh God, sesuatu yang kulihat…”

Ibu Mayet menangis keras, dan kemudian ia berjalan menjauh, menangis. Tak seorangpun maupun Dokter atau Mayet yang melihatnya pergi.

“Setelah itu aku tahu tak ada jalan keluar. Brianne mencoba untuk meminta bantuan dan Jan mencoba untuk berlari menjauh, dan tak ada satupun yang berhasil. Jadi hal satu-satunya yang dapat kupikir untuk kulakukan adalah untuk tidak tidur.”

“Karena ia hanya datang ketika kau tertidur.”

“Yah. Jadi jika aku tak pernah tidur, aku tak akan pernah melihatnya lagi.”

“Tapi kau tak bisa terus terjaga selamanya.”

“Aku tahu. Itu bukan rencana yang bagus, tapi cara aku membayangkannya, seperti mati rasanya: kau tahu hal itu akan terjadi suatu hari, tapi kau hanya mencoba untuk bertahan selama yang kau bisa. Suatu hari aku akan jatuh tertidur lagi dan tak akan ada seseorang disekitarku dan kemudian aku akan terbangun dan ia akan berada disana. Meski jika aku pergi di rumah sakit atau sejenisnya, kupikir ia masih akan menemukanku, dan ia menunggu waktu ketika tak ada seorangpun disana. Kau pasti sendirian suatu waktu, benarkan? Aku tak bisa menghentikannya. Tapi aku bisa menundanya selama yang aku bisa. Hanya itu yang bisa kulakukan, benarkan?”

Dokter tak bicara sepatah katapun.

“Jadi karena itu aku tak ingin meminum pil. Dan aku tak ingin pergi tidur sendirian. Itu hanya akan membuatku menyerah. Dan aku tak ingin menyerah.”

“Karena kau berhutang pada Jan dan Brianne untuk tak menyerah.”
Mayet mengangkat pundak. Dokter terdiam untuk beberapa saat. Kemudian ia berdiri, menepis celana panjangnya, dan mengambil sesuatu dari tasnya: sebotol pil, dan botol kecil air putih.

“Mayet, kau sudah melalui banyak hal. Lebih dari siapapun pada umurmu. Kau membutuhkan bantuan lebih dari apa yang bisa kuberikan padamu. Meski ibumu tak dapat membantumu melalui semua ini sendiri. Tapi kita berdua ingin membantumu. Apa kau percaya akan hal itu?”

Awalnya tak terlihat bahwa Mayet hendak menjawab, tapi kemudian ia mengangguk.

“Langkah pertama, kupikir, tergantung padamu. Pil ini adalah untuk perlawanan. Ibumu memiliki resep dari doktermu untuk sesuatu yang keras, jika kau membutuhkannya. Kau tak perlu menerimanya, tapi aku ingin kau untuk berpikir tentang sesuatu: secepatnya kau tertidur, dan secepatnya juga kau terbangun lagi, secepatnya kau akan melihat bahwa tak ada yang perlu untuk ditakutkan. Bahwa makhluk di malam hari itu tak nyata.”

“Kemudian mengapa aku melihatnya?”

“Ada beberapa alas an kenapa kita bisa melihat sesuatu yang tak pernah ada. Terutama ketika kita menginginkannya. Ketakutan bisa melakukannya; demikian juga kesedihan, dan rasa bersalah. Tapi kupikir, jauh di lubuk hati, kau tahu bahwa ia tak nyata, dan sekarang kita sudah bicara di bagian bahwa kau telah mengakui hal itu. Aku berpikir bahwa sat selanjutnya kau terbangun, kau akan melihatnya sendiri. Dan itu akan menjadi langkah pertama untuk mengambil hidupmu kembali.”

Dokter berjalan menjauh. Dia meninggalkan pil itu di atas tangan kursi.

“Semua tergantung padamu. Aku pikir bahwa, dengan bantuan ibu dan doktermu, kau akan bisa melalui ini semua tak peduli apa. Tapi aku juga berpikir secepat kau memulai, akan terasa mudah untukmu. Pikirlah tentang pagi selanjutnya, Mayet. Pikir tentang betapa indahnya nanti. Aku ingin kau melakukannya untukku. Dan untukmu.”

Kemudian dia pergi. Mayet sendirian. Tak ada cahaya sedikitpun yang datang melalui tirai. Kamarnya mulai gelap. Dia berbalik arah, menatap pada botol oranye kecil dan air putih. Bagian belakang tenggorokannya terasa sakit.

Dan dia mendengarkan sangat, sangat hati-hati, untuk apa yang ia tahu berada disana: suara gerakan cepat yang pucat, daging tak berbulu meluncur sepanjang tanah, dan lembut, dentuman nyaris tak terlihat anggota tubuh cacat bergesekan satu sama lain. Apakah ia di sini, bahkan sekarang? Ia berada di dalam ruangan, tersembunyi, selama ini, bahkan saat dia terjaga? Terkadang dia pikir begitu. Ia bahkan bisa tepat di belakang kursinya, berdiri di dekatnya, mengamatinya, siap meluncur pergi atau meleleh melalui dinding saat orang lain datang tapi selalu, selalu berada disana.
Mayet merasa kedinginan. Dia meringkuk menjadi bola, gemetar, mengenggam rambutnya. Dokter itu salah. Jauh di dalam hatinya, dia tahu bahwa The Rake itu nyata. Dan lain kali dia melihatnya, akan lebih buruk dari kematian.

Dia terbaring di tempat tidurnya, melihat bayangan merangkak di langit-langit. Dia meremas pil di satu tangan, botol air di tangan yang lain. Dia mengguncang keduanya ke dalam mulutnya, meringis saat ia menelan, dia selalu membenci minum pil. Kemudian dia mengambil dua lagi. Dan dua lagi. Dia terus menelan mereka sampai tidak ada lagi, mencuci mereka turun dengan air tawar dari botol plastik. Dia ingin keluar, tapi dia tidak ingin melakukannya seperti Brianne, dia hanya ingin tidur. Untuk tertidur dan tidak pernah bangun tampaknya satu-satunya cara untuk memenangkan; satu-satunya cara untuk menipu dia, entah bagaimana.

Dia sudah merasa mengantuk. Dia teringat ibunya dan rasa bersalah pergi melaluinya, tapi sudah terlambat sekarang. Bayang-bayang di langit-langit menelan kamarnya, dan penglihatan di tepi matanya kabur. Sesaat dia merasa melihat sesuatu, siluet cacat membungkuk di atasnya, dengan dingin, tangan basahnya meraih wajahnya...

Tapi kemudian menghilang, dan dia tertidur.

***

Dokter duduk di meja dapur, secangkir teh digenggamnya. Ibu Mayet yang duduk di hadapannya, meminum secangkir teh miliknya. Matanya telah kering. "Terima kasih," katanya.

"Aku senang untuk membantu," kata dokter. "Aku pikir dia akan meminumnya. Kita tak bisa mengatakan dengan pasti, tentu saja, tapi kupikir dia akan melakukannya. Yang penting adalah bahwa itu keputusannya."

"Aku kira," kata ibu Mayet. Dia menoleh saat mendengar sesuatu yang bergerak di aula, tapi tak ada apapun disana. Dia menggigil tanpa tahu mengapa. "Aku benar-benar tak merasa yakin tentang hal itu, meski begitu. Aku benci mencoba untuk menidurkannya dengan pil. Aku tidak pernah menyukai hal-hal seperti itu."

"Yah, tidak perlu merasa bersalah tentang hal itu," kata dokter, seraya menenggak tehnya dalam satu tegukan.

"Kenapa begitu?" Kata ibu Mayet. Ada suara itu lagi, seperti sesuatu yang meraba-raba pintu, tapi masih tak ada apa pun disana.

Dokter menyeringai. "Ny. Bautista, tidak ada apapun dalam pil. Mereka hanya plasebo...

Mayet akan bangun di pagi hari, tepat saat hujan."
Jika berkenan, mohon bantuannya untuk memberi vote Google + untuk halaman ini dengan cara mengklik tombol G+ di samping. Jika akun Google anda sedang login, hanya dengan sekali klik voting sudah selesai. Terima kasih atas bantuannya.
Judul: What is sleep but the image of death?; Ditulis oleh Unknown; Rating Blog: 5 dari 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Template oleh Blog SEO Ricky - Support eva fashion store